3 | Suspicious
❝ Saat kenangan tentang
orang yang kita sayangi terhapus,
dan kita berhenti merindukan mereka,
kita juga kehilangan alasan
untuk bertahan hidup. ❞
orang yang kita sayangi terhapus,
dan kita berhenti merindukan mereka,
kita juga kehilangan alasan
untuk bertahan hidup. ❞
ㅡ The Guardians; Jang Do Han.
——————
Arloji putih yang melingkar di pergelangan tangan Jeon Jungkook menerangkan pukul dua pagi.
Menegaskan dirinya 'tuk segera pulang. Ia tahu, memang tidak sewajarnya ia berada di tempat ini hingga larut malam. Oh, tidak. Ini bukan lagi larut malam, melainkan pagi.
Satu jam terakhirnya terbuang hanya untuk bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu yang entah apa isinya sembari menatap seorang gadis aneh.
Gadis itu benar-benar aneh. Mulai dari ia mengunjungi sekolah pukul satu pagi hingga berdiri dalam diam selama lebih dari satu jam.
Tak lama, gadis itu menggerakkan tangannya. Ia merogoh saku jinsnya, mengeluarkan sesuatu. Setelah diperhatikan lebih dalam—tetapi tidak sedalam tatapan Suga—benda itu menyerupai pisau.
Ia terdiam sejenak, tampak tengah menimbang-nimbang. Detik selanjutnya, ia mendekatkan benda tajam itu ke kakinya. Dengan gerakan cepat, gadis itu menyayat pergelangan kakinya hingga cairan kental berwarna merah tua mengalir keluar dari luka sayatan tersebut.
Menyadari hal gila tersebut, refleks kaki Jungkook tergerak ingin menghampiri, kalau saja Taehyung tidak dengan sigap menahannya.
Lelaki bermarga Kim itu menggeleng pelan. Terpaksa Jungkook mengurungkan niatnya 'tuk menghampiri gadis itu.
Ya, Jungkook tahu. Memang, ikut campur urusan orang lain itu tidak baik. Akan tetapi, bukankah kejam, bila kita tetap diam dan tak berlaku apa-apa kala melihat seseorang melakukan hal seperti itu?
Kepala Jungkook menyembul guna mengamati 'tiap gerak-gerik gadis itu dengan lebih jelas. Namun, demi Sukirja pacar Sun Go Kong, ia menyesal.
Kalian tahu apa yang baru saja dilakukan gadis aneh itu?
"What of the meni in the h...,"
Benar, gadis itu membuka pakaiannya dan bertelanjang bebas. So fuckin' crazy. Ditambah umpatan Jungkook sebagai penutup yang sempurna. Dan ternyata ada yang lebih gila lagi. Gadis itu mulai memukuli bagian-bagian tubuhnya hingga meninggalkan bekas merah keunguan.
Melihatnya, Jungkook kian memberontak. Ia menepis tangan besar yang membuat mulutnya bungkam. "Ya, jinjja! Mwoya ige! What the fuck are you doing, bitch!"
"Sst. Nanti kita ketahuan, bodoh!" bisik Taehyung yang kembali membekap Jungkook.
Mendengar umpatan Jungkook, gadis itu menunda aktivitasnya. Maniknya meneliti dari mana asal suara itu.
Dan nampaknya gadis itu menyadari keberadaan dua makhluk menyedihkan itu. Ia berjalan mendekat. Sedikit lagi ia mencapai tempat persembunyian mereka, seseorang datang tanpa diduga-duga.
"Ya, gadis bodoh! Cepat pakai bajumu dan pulang!" Teriakkannya menggema hingga sudut ruangan. Tunggu. Ini atap gedung. Di sini tidak terdapat sudut ruangan. Kalau begitu, teriakkannya menggema hingga seluruh penjuru Antartika.
Kentara di wajahnya bahwa ia ragu, tetapi ia tetap melakukannya. Dengan patuh, ia menggunakan kembali pakaiannya dan pulang bersama pria itu. Benar, orang yang teriakkannya luar biasa bagaikan gorila itu adalah seorang pria.
Lebih tepatnya, seorang ahjussi. Kenapa? Karena surainya telah memutih layaknya kakek tua yang hidup di tahun '68. Ups.
Setelah memastikan bahwa gadis aneh dan gorila itu telah musnah dari tempat mereka berada, kedua manusia kurbel itu turut meninggalkan gedung sekolah. (Slang: kurang belaian)
Oh, tidak. Sebelum itu, mereka membawa pisau dan celana dalam yang ditinggalkan gadis aneh—ralat, gadis gila itu. Mereka tidak mengetahui bagaimana rupa gadis itu karena ia menggunakan masker yang menutupi seluruh permukaan wajahnya, kecuali mata.
Karena itu, mereka akan menyelidikinya.
———
"Apa kau yakin?"
Manusia 4D itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menghirup dalam-dalam aroma ranjang King Koil kesayangannya. "Aigoo, aku sungguh merindukan aroma ranjangku."
Sedangkan sang teman sedang kesulitan di sudut ruangan. Ia berpikir keras bahkan saat otaknya tak mampu berpikir sejauh itu. Ia sangat yakin, ia mengenali gadis itu. Sorot mata itu terasa begitu tak asing baginya.
"Jinjja-yo. Sungguh, aku yakin aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat, tapi di mana...,"
A...andwae!
Neo ... gwaenchana?
Sekelebat ingatan akan peristiwa di elevator itu terpintas di kepalanya. "Ah! Maja! Geu yeoja." (Benar // Gadis itu.)
Jungkook berlari kecil ke arah kasur, lantas melempar tubuhnya. "Aku bertemu dengannya di lift apartemenku," jelasnya.
Ia merentangkan kedua tangannya. Seminggu terakhir, ia disibukkan oleh jadwal pemotretan hingga tak dapat beristrahat dengan cukup. Gundukkan hitam di bawah matanya yang seakan ingin menelan mata bulatnya itu kian menebal. Ia merasakan linu pada tulang punggungnya. Seluruh tulang tubuhnya seolah remuk tertindih palu milik Thor.
Probably not. Kelihatannya, palu Thor saja tak cukup untuk meremukkan tulang baja milik Jungkook. Jeon Jungkook memang seorang penipu. Wajah imutnya yang bak mickey mouse tidak dapat disandingkan dengan tubuh kekarnya yang bagai terakit dari besi beton.
Jungkook memutar kepala menghadap lelaki di samping kirinya. "Kasur ini boleh juga." Alisnya terangkat bersamaan dengan senyum tipis di wajahnya.
Taehyung memiringkan kepala. "Bagaimana kau tahu mereka adalah orang yang sama?" Ia bangkit dari posisinya, lantas menarik langkah menuju kamar mandi.
"Sorot mata."
Taehyung merespon dengan busa yang memenuhi mulutnya, "bagaimana kau begitu yakin?"
"Ya! Kau tidak percaya padaku atau memang tidak ingin mempercayaiku?" tanya Jungkook dengan kemampuan rap-nya dalam sekali sentakkan.
Setelah sepuluh menit bersemayam di dalam kamar mandi, Taehyung keluar sembari mengelap wajahnya yang basah dipenuhi bulir-bulir air. "Tetapi untuk apa ia melakukannya? Apa ia sudah gila? Aigoo, anak zaman sekarang ini memang sudah kehilangan akal sehatnya. Tega sekali mereka melukai tubuh mereka yang tidak berdosa itu."
"Terserah. Na ganda." (Aku pergi.)
"Ke mana?"
Jungkook membalas dari dalam selimut, "alam mimpi."
———
Sorot lampu panggung tertuju pada rookie idol yang sedang tampil.
Speaker besar yang tertata di atas panggung menyuarakan musik yang mereka bawakan. Beragam kamera menyorot penampilan mereka.
Aula ini dipenuhi lautan orang yang berbondong-bondong datang demi melihat idola mereka. Tentunya, mereka mengharapkan penampilan sempurna dari para idolanya.
Terdengar gelak tawa serta teriakkan para penggemar yang menggila. Tempat ini menjadi ricuh dan tidak nyaman. Bagiku.
Aku tidak menyukai kericuhan. Itu membuat telingaku berdengung dan terasa sakit.
Beberapa menit kemudian, rookie idol itu turun dari panggung menuju Backstage.
Segera setelahnya, MC mengabsen nama grup yang akan tampil selanjutnya. Salah satunya adalah grup kami, Bangtan Sonyeondan.
Kami akan tampil setelah SHINee sunbaenim.
Seusai mengenakan pakaianku, aku menghampiri Jin hyung yang sedang menenggak sebotol air mineral. Tanganku akan terasa gatal jika tidak merampasnya. "Hyung, apa aku terlihat tampan?"
"Tentu saja. Namun, aku lebih tampan karena aku worldwide handsome. Bukankah begitu?" ujarnya dengan percaya diri. Ibu jari dan telunjuknya membentuk huruf 'v' yang ia letakkan di bawah dagunya.
"Ya, ya, ya. Terserah saja."
Selepas dari itu, aku berjalan keluar dan menunggu di bawah panggung untuk menyaksikan penampilan SHINee sunbaenim.
Namun, secara mendadak lampu panggung padam dan tak terdengar lagi suara musik. Penggemar berteriak panik secara spontan. Keadaan kian memanas. Aku buru-buru mengeluarkan ponselku dan menyalakan flash.
Dapat kulihat beberapa staff berlari ke atas panggung dan menyuruh mereka 'tuk turun ke Backstage. Aku bertanya kepada salah seorang staff yang kebetulan lewat, "ada apa?"
Staff itu tampak bingung. "Umm. Begini, Jungkook-ssi. Lebih baik Anda dan seluruh anggota grup membubarkan diri. Kami meminta maaf, acara ini akan dibatalkan karena permasalahan internal, sekian." Seusai mengatakan hal tersebut, staff itu berlari ke backstage untuk membubarkan seluruh idol yang datang mengisi acara hari ini.
Aku turut berlari ke dalam dan mendapati anggota lain sedang bersiap untuk pulang. "Hyung! Jamkkanman."
Tanganku mendarat di pundak Namjoon hyung. "Kita benar-benar akan pulang?"
"Ne. Kemaslah barangmu. Kita kembali ke dorm," balasnya seraya menyodorkan sebotol air mineral.
Tanpa ragu, aku menyambarnya. "Geundae, hyung. Apa kau tidak merasa ada yang janggal?"
Namjoon hyung menghela. "Tentu. Kami semua merasakannya. Namun, kita bahas itu setibanya di dorm." Selanjutnya Namjoon hyung berjalan keluar diikuti anggota lainnya.
Aku menggigit bibir bawahku. Entah kenapa, rasanya aku tidak ingin meninggalkan tempat ini. Seperti ... ada seseorang yang menunggu kedatanganku.
"Hyung, aku akan menyusul."
Detik selanjutnya, aku memberanikan diri kembali ke backstage.
Kosong. Hening. Sungguh senyap. Tidak ada sua...,
Prang!
"Dowajuseyo! Dowajuse...,"
"Mmph! Dowaju...,"
"Argh!"
Langkahku terhenti. Aku termangu dengan apa yang baru saja terdengar di telingaku. Kakiku melemas. Tubuhku terhuyung menghantam tembok di belakangku.
Namun, hal tak terduga terjadi. Tiba-tiba saja tembok tersebut berevolusi menjadi sebuah pintu—tertekan ke belakang, lantas bergeser, dan terpampang sebuah lorong panjang bagaikan jalan menuju Neraka. Nope.
Akibat penasaran, aku menjejakkan kaki memasukki lorong itu.
Gelap. Sangat. A little terrible.
Hentakkan sepatu yang beradu dengan lantai terdengar menggema di sepanjang lorong yang kulewati.
Tidak ada yang menarik. Hanya lampu-lampu yang menyala secara berangsur-angsur selama aku berjalan menyusuri lorong creepy ini.
Hanya butuh waktu lima menit bagiku untuk tiba di ujung lorong. Hal pertama yang tertangkap oleh manikku adalah bangunan bernuansa putih yang tampak seperti Kastil Neuschwanstein.
Marvelous.
Aku sangat ingin mengunjungi kastil itu sejak kecil. Aku berencana akan mengunjunginya bersama pacarku. Kalau itu memungkinkan.
Dengan penuh keberanian, walaupun kaki gemetar, aku memasukki kembaran kastil Neuschwanstein itu.
Baru tiga langkah aku berjalan, sebuah teriakkan berhasil melayang masuk ke gendang telingaku.
'Hentikan!'
'Lepaskan aku, sialan!'
'S...sakit, lepas!'
'Argh!'
Ternyata ada yang lebih menyeramkan dari lorong tadi, yaitu suara desahan yang berasal dari ruangan berpintu biru di hadapanku.
Bibirku kelu.
I'm speechless.
| 우리의추억 |
Comments
Post a Comment