5 | Start
❝ Kebencian tumbuh bukan
dari kesalahan,
kebencian tumbuh ketika dirimu mengizinkannya.
Kesalahan hanyalah alasan
yang kau gunakan
untuk membencinya. ❞
dari kesalahan,
kebencian tumbuh ketika dirimu mengizinkannya.
Kesalahan hanyalah alasan
yang kau gunakan
untuk membencinya. ❞
——————
Aku terjatuh.
Benda terkutuk itu menghalangi jalanku. Ia berhasil membuatku tersaruk dan mendarat di trotoar depan agensiku.
Alhasil, sikutku lebam dan sedikit berdarah. Namun, itu hanya perkara kecil yang tak perlu dibesar-besarkan.
Aku membungkuk untuk memungut benda itu. Ternyata, itu sebuah kotak putih polkadot hitam dengan penutup berwarna hitam.
Penasaran, aku membukanya kala berhasil melekatkan bokongku pada jok mobil.
Kau tahu apa isi kotak itu?
Kotak tersebut berisikan foto sepasang gadis kecil. Wajah keduanya luar biasa mirip. Kurasa mereka kembar. Selain itu, terdapat foto lain dalam kotak itu. Di dalamnya ada seorang gadis kecil dengan pria yang memiliki tinggi sepadan dengannya tengah menaiki balon udara. Kupikir, gadis dalam foto ini adalah salah satu dari mereka. Dan tampaknya, gambar itu diambil beberapa tahun lalu karena kondisi foto yang terbilang usang.
Berencana tuk mengembalikannya, aku melihat secarik kertas putih kecokelatan yang tertindih di bawah foto sehingga mengurung niatku.
Dengan hati-hati, aku membalik kertas tersebut. Terpampang ukiran garis naik-turun bak hasil bacaan pada echocardiography; elektrokardiogram.
(Elektrokardiogram: grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu.)
Membingungkan. Aku tidak mengerti. Apa ada maksud terselubung dari garis naik-turun itu?
Ah, tidak. Mungkin, aku hanya terlalu banyak menonton film mengenai investigasi sehingga tertular.
Tak mau ambil pusing, aku menaruhnya kembali di sisi trotoar.
Sesudah itu, aku menginjakkan kaki ke dalam mobil Ferrari merah yang terparkir satu meter di sampingku.
Aku melajukan mobilku membelah jalanan kota Seoul. Genap dua minggu sejak terakhir kali aku menyentuh kemudi mobilku.
Hidup sebagai seorang idol itu tidak mudah. Bahkan untuk sekadar mengemudi saja aku tidak mendapat izin. Seandainya tidak ada Manajer Lee, mungkin aku tak 'kan pernah diberi kesempatan menjumpai Cornell-mobilku.
Tetapi bukan hanya hidup menjadi seorang idol saja yang sulit, melainkan untuk mewujudkannya.
Untuk mencapai karier sebagai idol, jauh lebih sulit dari yang diperkirakan. Jika diibaratkan Indomie, tingkat kesulitannya sudah menjangkau level Neraka.
Kita harus berjuang dengan segenap hidup kita. Perjuangan itu bukan semata-mata tidak tidur demi latihan, tidak makan demi mencetak berat badan ideal, atau menjadi pembangkang demi menggapai impian kita.
Menjadi seorang idol, berarti kita wajib tahan banting dengan segala hujatan, kecaman, atau teror pembunuhan. Kita pun harus siap, jikalau takdir mengharuskan kita berakhir di tangan para antis.
Semua ini terasa menjemukan, bagiku. Akan tetapi, di samping semua itu, ada enam manusia yang kewarasannya perlu dipertanyakan di sisiku. Aku bersyukur memiliki mereka dalam hidupku.
Member Bangtan mewarnai hidupku yang mula-mula hanya hitam putih seperti efek B&W dalam Photoshop. Kini, aku tidak merasa kesepian lagi. Kini, aku tidak khawatir akan sendirian lagi.
Harapanku hanya satu; semoga mereka tidak meninggalkanku di akhir.
Sembari menunggu lampu merah berganti hijau, aku menyalakan radio.
♫Hold me tight, hug me
Can you trust me, can you trust me♫
Can you trust me, can you trust me♫
Mataku terkuak lebar mendengar lagu yang terputar di radio. "Oh? Hold Me Tight masih diputar bahkan setelah bertahun-tahun? Woah, daebak," ujarku takjub.
♫Can you trust me
Pull me in tight
Hold me tight, hug me
Can you trust me, can you trust me
Please, please, please pull me in and hug me♫
Pull me in tight
Hold me tight, hug me
Can you trust me, can you trust me
Please, please, please pull me in and hug me♫
"You still shine. You're still like a scented flower. Now trust me, hold me once again. So I can feel you, hold me."
Bertepatan dengan itu, lampu beralih warna menjadi hijau. Aku menancapkan alas sepatu pada pedal gas—meluncurkan Cornell ke tempat tujuan.
Tidak perlu waktu lama untuk tiba di tempat yang kutuju; SM Entertainment. Pandanganku beranjak naik-menatap tulisan bercorak putih yang terpampang di muka gedung.
Kemudian, aku menghantarkan diri ke dalam bangunan berdinding putih itu. Interior-interior di dalamnya tertata dengan rapi. Aku takjub. Bangunan ini pasti dirancang oleh arsitek terkenal.
Namun sayangnya, kedatanganku ke sini bukan dimaksudkan semata-mata untuk melihat—lihat isi gedung agensi ini, melainkan untuk mengambil buku memo hitamku yang tertinggal kala mengunjungi Minho sunbae beberapa hari yang lalu.
Tak ingin berlama-lama, aku menarik langkah menuju lift agensi. Jemariku menekan tombol dengan lambang panah ke atas.
Setibanya di lantai delapan, aku segera menuju ruang latihan. Hendak tanganku menyentuh kenop pintu, tetapi suara seseorang menghentikanku.
"Neo wasseo?"
Sontak aku menoleh dan mendapati Minho sunbae berdiri dalam radius satu meter ke depan.
Aku berjalan menghampirinya. "Eoh, Hyung. Maaf, aku mengganggu waktu latihanmu."
Ia menepuk pundakku keras. "Aigo, Jungkook-ie! Tidak sama sekali. Apa kau ada waktu? Bagaimana kalau minum di kafe dekat agensiku?" tawarnya.
"Ah, maaf, Hyung. Aku tidak bisa minum," tolakku secara halus, takut-takut menyinggung perasaannya. Aku memang memalukan. Usia sudah mendekati dua puluh satu tahun, tapi tidak mampu minum soju setetes pun.
Minho hyung menepuk jidatnya yang tersembunyi di balik poni. "Astaga, aku lupa! Kalau begitu, susu pisang?"
Telunjukku terangkat dan menempel di bibirku. Aku mengangkat dan mendaratkannya sebanyak tiga kali-menimbang-nimbang jawaban.
Setelah berhasil memutuskan, aku menjawab, "call!"
———
Tangan putih bagaikan mayat itu menarik keluar sebotol susu pisang.
Sedangkan Minho meminum sekaleng soju, Jungkook hanya dapat meminum sebotol susu pisang. Itu bukanlah hal memalukan, seharusnya.
Selagi berjalan, idol yang bernaung di bawah asuhan SM Entertainment itu melayangkan beberapa pertanyaan mengenai aktivitas Jungkook pada saat weekend. Ia berniat mengajak Jungkook mendaki gunung atau semacamnya.
Kurang lebih lima langkah lagi mereka dapat menginjakkan kaki di agensi Minho, tetapi sebuah teriakan sukses mengejutkan mereka.
"Hei, para manusia kurbel!" (Slang: kurang belaian.)
Langkah keduanya terhenti. Jungkook tersentak, begitu pula dengan Minho. "Kim Taehyung?" tanya keduanya dengan kernyitan dahi.
Taehyung mendatangi Jungkook dan Minho yang berada dalam radius dua meter di depannya. "Kalian memang kurang ajar. Mengapa tidak mengajakku!" hardiknya.
Ia memajukan bibirnya, lagi. Hal itu sukses membuat Jungkook dan Minho bergidik ngeri. "Menjijikan, bodoh!" pekik keduanya serempak.
Selepas dari itu, ketiganya masuk ke dalam gedung 'tuk mengantar Minho hingga ruang latihan. "Aku akan melanjutkan latihan. Jangan lupa hadir saat comeback kami nanti!"
"Baiklah. Na ganda," ucap Jungkook sebagai salam penutup.
Setelahnya, lelaki bersurai merah menyala itu memutuskan untuk kembali ke dorm bersama Taehyung. Karena Jungkook terlampau lelah dan tak sanggup 'tuk menyetir, terpaksa seorang idol bernama Kim Taehyung berevolusi menjadi seorang supir.
Dalam perjalanan, Jungkook menatap arloji yang membelit pergelangan tangan kirinya. 04.52. Tidak terasa, ia telah membuang begitu banyak waktu istirahatnya. Kini, waktu istirahatnya hanya tersisa dua jam dan ia harus menyunting video G.C.F in LA untuk diunggah di akun Ibighit. Deadline-nya adalah hari ini. Dengan demikian, lenyap sudah mimpi Jungkook untuk tidur di kasur King Koil milik Taehyung.
Good.
Selepas dua puluh menit perjalanan, keduanya tiba di dorm. Taehyung memasukkan password, sedangkan di balik pintu member lain tengah memasang kuda-kuda 'tuk menyerang keduanya dengan berbagai macam pertanyaan.
Tut.
Cklek.
Taehyung dan Jungkook melangkah masuk.
"Dari mana saja kalian?" tanya Hoseok yang berada di barisan terdepan sebagai serangan pertama.
Namjoon menimpali, "Jung, apa gadis itu cantik? Bening? Mulus?"
Refleks, semuanya melempar tatapan tajam pada sang leader. "M...maksudku, apa rumor itu benar?"
"Ne, apa itu benar?" tambah Jin yang berdiri di samping Namjoon.
Jungkook menaikkan sebelah alisnya. Keningnya berkerut. Ia tidak mengerti.
"Gadis? Rumor? What? Apa yang sedang kalian bicarakan? Jangan konyol deh," tanyanya heran.
Sang maknae berniat 'tuk melesat ke kamarnya. Namun, berkat ketangkasan Namjoon, ia berhasil menahan pergelangan tangannya. "Kau tidak lihat artikel yang baru saja muncul? Namamu berada di papan pencarian nomor satu, Jeon Jungkook. Kau tidak memiliki pacar, 'kan?"
"You must be kidding me, Hyung. Lelucon macam apa itu."
Ia melepaskan telapak tangan Namjoon yang melilit pergelangan tangannya. Sesaat setelahnya, Jungkook ingkah dari tempatnya menuju kamar.
Baru saja Jungkook merebahkan tubuhnya dan hendak menghidupkan ponsel 'tuk membuktikan perkataan Namjoon. Akan tetapi, sebuah notifikasi terlintas di sudut atas ponselnya.
Manajer Lee : Bangtan memiliki perjalanan bisnis besok. Tolong beritahu member lain, Jung.
Untuk kesekian kalinya, keningnya berkerut.
That's weird.
| 우리의추억 |
Comments
Post a Comment